Kamis, 04 Mei 2017

Ifumie Ni, mie garing dari Bakmi Gajah Mada

 

Liputan Mie Gajah Mada emang udah pernah, tapi pasti kalian banyak yang belum tau sama menu ini.. namanya Ifumie Ni.. mungkin banyak juga yang seperti kita kalo pas ke mie GM udah kayak robot saking sukanya sama Mie GM jadi selalu pesen mie ayamnya ðŸ˜€
Ifumie Ni, ifumie adalah mie yang dikeringkan, lalu disiram seperti kuah capcay
Tapi di sana banyak banget menu lain lho.. salah satunya ya ini.. Ifumie Nie ini.. sebenarnya mereka juga ada menu Ifumie biasa, bedanya Ifumie Ni ini versi imutnya jadi memang porsinya lebih kecil lebih cocok lah buat cewek2 imut dan ramping wkakakakak (boong bangetttzzzz ðŸ˜€ :D) Selain Ifumie Ni ada juga Nasi ayam cha jamur yng berlimpah sayur mayur ðŸ˜‰
Nasi Ayam Cha Jamur
Anyway rasanya not bad sih.. tapi ga tau kenapa apa kalian setuju juga yah.. mau seenak apapun menu lain di mie GM tetep aja ga ada yang seenak mie ayam biasanya hahahaha.. sama pangsit gorengnya hahahah… ya bagi yang mau suasana baru bolehlah coba tapi bagi yang ga mau kehilangan momen2 membahagiakan makan mie ayam GM mending tetep pesen mie ayam nya ajahhh plus pangsit goreng yah tentunya ðŸ™‚
ini adalah outlet Mie GM pusat di Jl. Gajah Mada, lagi kecil sering banget kesini, jadi kalo sekarang ke sini menimbulkan kenangan masa kecil yang ga bisa digambarkan dengan kata-kata ðŸ˜€ ðŸ˜€ < lebayyy -__-“
sumber gambar : openrice.com

ini interior dalamnya, sampe skarang pun masih bernuansa jaman dulu ðŸ™‚ baunya masih sama seperti 20 tahun yang lalu kesini ðŸ™‚ ðŸ™‚
sumber gambar : bakmigm.cm
Anyway di kesempatan ini sekaligus Ceritaperut mau menyuguhkan cerita di balik mie GM yang jadi favorit kita semua.. silakan di simak ðŸ™‚
___________________________________________________________________
Jika Anda menyantap mi ayam, atau mi pangsit yang disuguhkan Bakmi GM , maka di balik rasa itu tersimpan sejarah panjang kerja keras manusia pembuatnya. Bakmi GM yang kini mempunyai tujuh cabang di kawasan terpandang itu berawal dari warung di emperan rumah keluarga Choi Siu di Jalan Gajah Mada-dulu dikenal sebagai Moolenvliet.
Usaha mi itu berawal dari hidup susah keluarga Choi Siu. Mereka semula mempunyai usaha mebel. Situasi sosial politik pada akhir 1950-an menjadikan usaha mebel bangkrut. Choi Siu (1911-1990) yang harus menghidupi sebelas anak itu kemudian bertahan hidup dengan berjualan mi.
“Kami cuma menggunakan lima meja. Itu pun ala kadarnya yang kami ambil dari meja yang dipakai di rumah,” kenang Julia Widjaja (61), anak keluarga Choi Siu, yang kini menjadi Komisaris PT Griya Miesejati (PT GM) yang membawahi usaha Bakmi GM.
Choi Siu melibatkan anak- anaknya dalam usaha warung mi. Mereka bangun jam empat pagi untuk menyiapkan tetek bengek warung mi. Choi Siu, sang ayah, bermandikan peluh menggenjot bambu untuk menggiling terigu sebagai bahan dasar mi. Ingat, saat itu mereka belum menggunakan mesin pembuat mi.
“Ayah kami membuat mi pakai bambu yang digenjot. Ibu yang merebus mi dan kami sebelum berangkat sekolah bantu-bantu potong ayam dan sayur,” kenang Julia yang ditemui di kantornya bersama adiknya, Peily Dian Lie (55).
Julia yang saat itu berusia 17 tahun mempunyai tugas belanja sayur di pasar Glodok. Sebelum berangkat sekolah di SMA Tung Hua Hui Koan (THHK) di bilangan Blandongan, Jakarta Barat, Julia masih sempat membantu memotong ayam dan sayur. Oleh teman sekolahnya Julia disebut sebagai “tukang tidur” karena dia harus bekerja keras dari jam empat baru tidur pukul sebelas malam.
Sang adik, Dian Lie, yang berumur sepuluh tahun dan duduk di kelas lima sekolah dasar, bertugas sebagai kasir. Ada pembeli yang kadang heran melihat Dian, anak kecil yang sudah menjadi kasir warung mi.
“Saya menghitungnya pakai tangan dan hanya pakai ingatan. Kami waktu itu kan enggak pake mesin hitung,” kenang Dian Lie yang kini menjabat Direktur PT GM.
Meski terlibat dalam kerja yang boleh dibilang keras untuk remaja seusianya, namun Julia dan Dian menyikapi hari-hari dengan sukacita. “Teman-teman saya sampai bilang. ’Kamu kerja kok seneng-seneng banget sih.’ Soalnya kami kerja sambil nyanyi-nyanyi haha….” kenang Dian.
Hari demi hari warung bakmi yang tidak dinamai atau tidak menggunakan cap dagang itu semakin laris dikunjungi pelanggan. Dari lima meja, dua tahun kemudian mereka memasang sebelas meja. Pada 1968, saat Ali Sadikin yang menjadi Gubernur Daerah Chusus Ibu Kota (DCI) Jakarta muncul rencana pelebaran Jalan Gajah Mada. Tempat usaha mi Choi Siu terpapras hingga sebelas meter. Dengan lahan yang menyempit, mereka kemudian membangun rumah dengan tiga lantai. Dua lantai di antaranya digunakan untuk warung mi. Pengurangan lahan itu rupanya malah menjadi berkah tersendiri. Pasalnya, setelah menempati bangunan baru, usaha mi itu semakin laris.
sumber : judichung.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar