Rabu, 10 Mei 2017

Mbok Berek, Ayam Kampung Masuk Kota



Beberapa tahun terakhir ini restoran ayam goreng makin marak. Baik dari asing ataupun lokal. Sebut saja CFC, KFC, Texas, dan Wendi's. sementara yang lokal ada ayam goreng Ny. Suharti, Nila Chandra, Ny. Tanzil, dan ayam goreng Mbok Berek.


Salah satu restoran ayam goreng tradisional yang masih disukai adalah Mbok Berek. Masakan ayam khas Yogya ini telah berkembang ke berbagai kota.

Ratna Djuwita Umiyatsih Rejeki (Ny. Umi), wanita kelahiran Jogja ini berhasil mengembangkan ayam goreng Mbok Berek di Jakarta. Bagaimana kiatnya bisa sukses. Wakil Direktur utama PT Weling Simbah Wulung ini menuturkan kepada Bisnis.

Sebenarnya ayam goreng Mbok Berek sudah dikenal sejak jaman jepang di yogyakarta, tepatnya di desa Candi Sari, Kec. Kalasan. Penggemarnya pun banyak. Ciri khas masakannya yaitu satu ekor ayam kampung digoreng utuh pakai tepung yang dagingnya empuk.

Ayam goreng Mbok Berek itu kini saya kembangkan, baik dikelola sendiri maupun menggunakan sistem waralaba. Saya adalah cicit dari Mbok Berek. Saya mulai jualan tahun 1969. Waktu itu sudah menikah dan dikaruniai seorang anak.

Saat itu saya jualan ayam goreng untuk menambah pendapatan keluarga, karena gaji suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Rumah makan Mbok Berek yang di Yogya hingga kini masih ada. Dikelola oleh ibu saya, Ny. Nur Indarti.

Saya menggunakan ayam kampung. Saya tidak suka pakai ayam ras, karena cepat empuk kalau digoreng. padahal sebelum di goreng saya merebus ayam itu selama dua jam, agar bumbu dan kaldunya meresap kembali kedalam daging.

Untuk memberikan ciri khas dan memudahkan konsumen mengingat, saya menggunakan istilah ayam goreng masuk kota, karena masakan ini berasal dari daerah. Merek nya juga mendapatkan hak paten.

Dari modal nol, kini saya sudah memiliki beberapa restoran. Hanya kejujuran, keuletan dan ketabahan modal utama saya dalam menjalankan usaha.

Dengan banyaknya masakan ayam goreng dari luar negri, maka saya juga mengembangkan usaha seperti itu. Yakni menggunakan sistem waralaba.

Kini saya baru memiliki enam restoran yang dikelola langsung dan 10 restoran yang bekerjasama dengan pihak lain secara waralaba.

Restoran waralaba cabang pertama di Medan dioperasikan belum lama ini. Restoran itu diusahakan oleh trio anak muda asal daerah tersebut. Sebelumnya juga ada di Batam, Bandung dan Kelapa Gading.

Awal tahun ini kami juga akan mengoperasikan 30 cabang lagi yang tersebar di berbagai kota. Saya bercita-cita untuk membuka cabang diseluruh daerah. Bahkan dalam jangka panjang saya ingin go internasional. Biar saya dkatain orang-orang, koq cita-citanya muluk-muluk amat. Tapi tak apa-apa. saya bercita-cita setinggi langit. Tuhan yang akan menentukannya sampai atau tidak.

Untuk memenuhi kebutuhan permintaan restoran waralaba itu, saya mendirikan pabrik dikawasan indistri Cikarang. Di pabrik, kami membuat bumbu, sambal dan pengepakan ayam beku yang sudah dibumbui.

Dalam menghadapi persaingan ini saya mengutamakan mutu, kebersihan dan kecepatan.

Manajemen kuno

Saya mengembangkan usaha ini dengan manajemen kuno. Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai, kiasan ini selalu saya ingat. untuk mengembangkan usaha saya selalu berpatokan uang usaha harus kembali untuk usaha, dan untuk mengembangkan usaha itu.

Karyawan juga menjadi pendukung utama saya. Menurut rencana saya akan memberikan beberapa rumah tipe 21 kepada karyawan yang terlama. Sekarang rumahnya masih dalam tahap pembangunan.

Dalam menjalankan usaha ini, saya, suami, anak dan menantu ikut bergabung sesuai bidang ilmu masing-masing. Suami saya bergabung setelah dia pensiun dari perusahaan asuransi. Sedangkan anak dan menantu juga sudah menamatkan perguruan tinggi. Saya bertugas mengontrol restoran yang dikembangkan dengan sistem waralaba ini.

Reni efita Hendry
Bisnis Indonesia Minggu III, Januari 1997




Sejarah Tangisan Seorang Anak

Adalah Ronopawiro atau yang lebih dikenal dengan nama Djakiman, menyunting Nini Ronodikromo yang mempunyai panggilan kecil Nyi Rame. tinggal di Desa Candisari, Yogyakarta. Dari hasil perkawinannya, Nyi rame mempunyai anak putra-putri yaitu Samidjo Mangundimedjo, Saminten Pawirosudarsono, Sukinah Mulyodimejo, Tumirah Martohanggono, Saminun dan Suwarto.

Diantara ke enam putra-putri Nyi Rame, ada salah satu diantaranya sangat rewel, suka menangis menjerit-jerit, yang istilah jawanya disebut berek-berek. Tangisan anak kecil yang berek-berek tersebut kelak bukan hanya akan merubah nama panggilan istri Ronopawiro dari Nyi Rame menjadi Mbok Berek, melainkan juga dapat mengubah nasib para keturunan Mbok Berek.

Tepatnya tidak diketahui, kapan Nyi Rame menyandang nama Mbok Berek. dan entah karena siapa pula yang memulai panggilan sehari-hari Nyi Rame Menjadi Mbok Berek. Yang pasti dengan sebutan barunya itu, Nyi Rame sangat berlapang dada juga tak menjadikan berang sang suami, Ronopawiro. justru sebalinya, panggilan Mbok Berek untuk Nyi Rame yang mempunyai nama asli Nini Ronodikromo ini sangat disukainya. Karena pada kenyataannya memang Nyi Rame adalah seorang ibu yang mempunyai anak yang suka menangis berek-berek.

Akhirnya Nyi Rame yang mempunyai nama asli Nini Ronodikromo menyandang nama baru yaitu Mbok Berek. Sebuah nama julukan untuknya karena anaknya yang sering menangis berek-berek. Ternyata julukan barunya tersebut memberi kesan sangat familiar dan enak didengar. Sangat membantu Mbok Berek dalam berjualan ayam goreng. bahkan boleh dibilang "berek" yang berasal dari"tangisan anak" itu merupakan awal tangis bahagia bagi Mbok Berek. karena nama yang enak didengar tersebut kian waktu kian populer di setiap telinga pecinta ayam goreng. Bahkan kelak nama Mbok Berek akan menjadi sebuah inspirasi penerusnya untuk tetap hidup dengan menjadikan nama Mbok berek sebagai trade mark sebuah restoran ayam goreng khas Yogyakarta.

Saya Mulai Usaha dari Nol

Waktu remaja saya memang mendalami pendidikan keterampilan. Saya ikut kursus kecantikan dan menjahit. Dirumah saya membuka salon. Saya juga memberikan les kepada orang lain.

Waktu remaja sering membantu dan memperhatikan meracik bumbu ayam goreng di Yogyakarya. Saya juga ikut mempraktekannya. Apa saja jenis pekerjaan saya kerjakan.
Saya tak pernah memilih pekerjaan.

Saya ingin menguasai semua bidang. Saya senang bekerja keras. Setelah menikah saya berada di Jakarta, tapi menganggur.
Suami saya sarjana hukum bekerja di ekspedisi muatan kapal laut.

Perekonomian kami pas-pasan. Gaji bapak cukup untuk satu minggu saja. Gajinya hanya Rp. 15.000 per bulan, cukup untuk hidup senin-kamis.
Kami tinggal dirumah saudara saya.

Karena tidak cukup uang belanja dari suami, saya berusaha bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Bermacam barang dagangan saya usahakan.
Saya pernah mengkreditkan bahan batik, baju, perabotan rumah tangga dan lain-lain.

Uang untuk membeli barang-barang itu saya dapatkan dari gaji suami. Setiap awal bulan saya sudah belanja barang dagangan.

Setelah itu saya tagih. Usaha itu tidak berjalan lancar, setiap saya tagih, orang tidak selalu membayar.

Suatu ketika saya tidak punya uang sama sekali untuk makan. Terpaksa saya menjual beras ke tetangga.

Saya coba untuk berjualan ayam goreng Mbok Berek. Saya cicitnya. Orang-orang tidak percaya dan ada juga yang percaya.

Dari situ saya coba untuk berjualan ayam goreng dipasar cikini. Tempatnya kecil. saya tak punya modal. Saya mengutang dengan pedagang ayam.
Dan bumbu minta ke tetangga.

Setiap hari saya hanya menggoreng tiga ekor ayam. Kadang laku kadang tidak. Kalau tidak laku saya bagikan kepada teman-teman dipasar,
karena saya sudah dekat dengan mereka. Begitu sebaliknya, mereka juga memberikan saya sayur-sayuran atau tempe.
karena sudah baik dengan sesama pedagang dipasar, maka kami saling memberi apa yang ada.

Bila suami saya menanyakan tentang barang dagangan. saya katakan saja laku semua, padahal tidak. sebab kalau diberitahu bahwa ayam yang tak laku itu diberikan kepada orang lain,
maka dia akan tersinggung, karena ayam itu ngutang.

Saya berjualan dengan modal kejujuran. Saya membayar hutang yang lama dan mengutang yang baru lagi. Tapi kalau saya tidak punya uang saya katakan kepada pedagang itu tentang dagangan saya yang tidak laku. Tapi saya perlu lagi tambahan. Saya berprinsip harus jujur.

Tak Pernah Jera

Sedikit demi sedikit saya punya modal dan membuka usaha ditempat lain. Semuanya saya kerjakan sendiri. Saya tak pernah jera bekerja, meski usaha jatuh bangun.
Pernah membuka rumah makan di kawasan Jl. Pegangsaan Timur, terus di Jl. Tanjung karang. Tapi ditutup kena gusur.

Pada 1978 saya membuka lagi di Jl. Prof. Supomo yang dikontrak selama lima tahun. Disini usaha kami berkembang dan membuka lagi di Jl. Prof. Supomo No. 10, 14 dan 16 yang kini menjadi kantor pusat, sekaligus rumah saya.





Bermula dari Petuah Kakek Berbaju Ungu

Suatu senja, Ny Rame menunggu warungnya yang terletak di Candisari Kalasan, Yogyakarta. Tiba-tiba muncul seorang kakek-kakek yang berpakaian serba wulung (ungu) masuk ke warungnya.
Dahi orang tua itu berkeringat. Tak tega Ny Rame melihatnya, Istri Ronopawiro ini bermaksud mengambilkan segelas air putih pelepas dahaga. Namun sebelum masuk melangkah masuk, tiba-tiba laki-laki tua tersebut bertanya, "kamu jualan apa?"
"Jualan ayam goreng" jawab Ny Rame singkat. Tanpa diminta, tiba-tiba kakek tersebut memberi resep cara membuat ayam goreng yang sedap. Sebagai penjual ayam goreng, tentu Ny Rame memperhatikan petuah orang asing tersebut.

Setelah kakek asing itu selesai memberi resepnya, Ny Rame buru-buru ingin mengambilkan air putih. Ia pun pergi kedapur. Dengan air putih ditangan buru-buru pula ia kembali ke warungnya untuk menemui kakek yang berpakaian ala orang badui itu. Betapa kagetnya Ny Rame saat tiba di warung orang tua itu sudah lenyap.
Sejak saat itu, Ny Rame --- yang kemudian dikenal dengan nama Mbok Berek --- mengingat-ingat resep yang diberikan kakek aneh itu.
Nama Berek sendiri awalnya adalah nama julukan yang diberikan kepada Ny Rame karena anaknya sering menangis mberek-berek (nangis sambil teriak-teriak). Sementara petuah kakek berbaju ungu itu diabadikan dalam nama badan hukum yang menangani francise yang dijual oleh Ny Umi yakni PT Weling Simbah Wulung yang artinya petuah kakek berbaju ungu.


Beberapa saat sebelum Meninggal, Mbok Berek yang mempunyai 5 orang anak berpesan agar anak-cucunya meneruskan usahanya. "karena itu, semua anak cucu Mbok Berek berhak memakai nama Ayam Goreng Mbok Berek". ujar Ny Umi. Ny Umi sendiri merupakan cucu dari anak pertama Mbok Berek yang bernama Samijo Mangundimejo. "Jadi saya sendiri generasi keempat dari Mbok Berek. ujar Ny Umi seraya menambahkan saat ini terdapat sekitar 40 rumah makan "ayam goreng Mbok Berek" diseluruh indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar